JAKARTA – Indonesian Audit Watch (IAW) tidak pernah lelah menyampaikan temuannya terkait dugaan tindak pidana penambangan minyak mentah ilegal atau minyak cong di Sumatera Selatan yang lantas diolah menjadi BBM (Minyak Standar Pertamina).

Indonesian Audit Watch melihat bahwa kondisi penambangan dan pengolahan minyak ilegal (Illegal Drilling dan Illegal Refinery) di Sumatera Selatan sudah sangat tidak bisa ditoleransi.

“Hingga kini kegiatannya tetap saja marak meski beberapa waktu sempat berhenti,” ujar Sekretaris Pendiri IAW, Iskandar Sitorus dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (24/10/2024).

“Peredarannya sudah meluas hingga seluruh pelosok Indonesia. Tentunya, hal itu merugikan pihak Pertamina, dan khususnya masyarakat yang mengunakannya,” sambungnya.

Menurut Iskandar, pergantian Kapolda Sumsel yang baru belum sepenuhnya dirasakan masyarakat, utamanya dalam menekan laju praktik Illegal Drilling dan Illegal Refinery.

IAW berharap Kapolri dapat memberikan perhatian khusus untuk wilayah Sumatera selatan. “Oleh karena itu, melihat peredaran minyak cong malah makin luar biasa, ada baiknya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sesegara saja melakukan assessment,” tegas Iskandar.

“Dengan cara menugaskan Divisi Profesi dan Pengamanan (Div Propam) Polri untuk melakukan atau mengumpulkan data, membuat analisa evaluasi (anev) hingga memeriksa kinerja jajarannya,” lanjut dia.

Ditambahkan, ini adalah kekhawatiran yang luar biasa di saat perekonomian Indonesia memburuk. “Saat ekonomi ambruk, tetapi uang-uang hitam beredar dengan sangat lancar dan berputar luar biasa,” pungkasnya.

Sementara itu Direktur Pusat Riset Politik, Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI) Saiful Anam memiliki pandangan berbeda. “Saya kira tidak hanya tugas Kapolda sumsel yang harus turun tangan memberantas mafia tambang cong,” jelasnya kepada wartawan, Kamis (24/10/2024).

Jika hanya diserahkan kepada Kapolda semata tidak tepat. “Maka tidak cukup jika hanya diserahkan kepada Kapolda, butuh dukungan dan sinergitas baik pemerintah pusat maupun pihak Bareskrim Mabes Polri,” ujarnya.

“Saya kira, semua bertanggung jawab terhadap pemberantasan mafia minyak ilegal, termasuk Bareskrim dan Pemerintah Pusat juga harus ikut andil,” imbuhnya.

Jika dianalisa secara seksama, lanjut Anam, pemerintah Prabowo sedang gencar dalam peningkatan dan optimalisasi pendapatan negara. Salah satunya jangan sampai ada kebocoran dari sektor hasil sumber daya alam.

“Karna mafia migas ruang lingkupnya kan luas dan bahkan jaringannya bisa internasional, maka tidak cukup jika hanya diserahkan kepada daerah semata, butuh uluran tangan dan sentuhan pusat,” tegasnya.

Pembehanan tambang-tambang illegal harus juga menjadi perhatian serius pemerintah Prabowo jika konsisten ingin meningkatkan pemasukan negara, jangan sampai sektor tambang menjadi sektor yang dengan mudah dipermainkan oleh pihak asing.

“Semua mesti bertanggung jawab, bukan hanya pemerintah daerah, tapi harus bersama-sama dengan pemerintah pusat dan Kapolri juga harus ada keinginan untuk memberantas dan membenahi mafia migas di Indonesia,” jelasnya.

“Jika kasus tambang illegal terus menerus terjadi, maka jangan harap pemerintah akan mendapatkan optimalisasi pendapatan anggaran negara dari sektor migas,” sambung Anam.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sahid ini mencermati, saat ini seperti kucing-kucingan, pusat seolah-olah menyerahkan kepada daerah, daerah tidak berdaya melakukan pembenahan-pembenahan karena canggihnya oknum yang mengelola tambang minyak ilegal.

“Untuk itu butuh sokongan kekuatan dari pusat untuk memberantas mafia migas di Indonesia. Dengan adanya sinergitas antara pusat dan daerah, maka akan semakin memaksimalkan penegakan hukum terhadap penggerusan sumber daya alam dibidang minyak cong,” kata Anam.

“Tentu itu merupakan tugas bersama, jangan hanya seperti diserahkan kepada daerah semata, namun isu tersebut harus menjadi isu bersama guna melakukan perlawanan secara bersama-sama terhadap pengusutan mafia migas di sumsel dan bahkan diseluruh wilayah Indonesia,” tutupnya.